Selasa, 30 Desember 2014

Apendisitis ( Penulisan 3 )

A. KONSEP DASAR PENYAKIT
2.1. Anatomi
Apendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch ( analog dengan Bursa Fabricus ) membentuk produk immunoglobulin, berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10cm ( kisaran 3-15cm ) dengan diameter 0,5-1cm dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar dibagian distal.Basis appendiks terletak di bagian postero medial caecum, di bawah katup ileocaecal.Ketiga taenia caecum bertemu pada basis apendiks.( Wim de Jong, 2004 )
Apendiks verviformis disangga oleh mesoapendiks ( mesenteriolum ) yang bergabung dengan mesenterium usus halus pada daerah ileum terminale. Mesenteriolum berisi a.Apendikularis (cabang a.ileocolica).orificiumnya terletak 2,5cm dari katup ileocecal. Mesoapendiknya merupakan jaringan lemak yang mempunyai pembuluh appendiceal dan terkadang juga memiliki limfonodi kecil.( Wim de Jong, 2004 )
Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa, muskularis eksterna/propria ( otot longitudinal dan sirkuker ) dan serosa. Apendiks mungkin tidak terlihat karena adanya membran Jackson yang merupakan lapisan peritoneum yang menyebar dari bagian lateral abdomen ke ileum terminal, menutup caecum dan apendiks.Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat kendor dan jaringan elastik membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe.

Antara mukosa dan submukosa terdapat lymphonodes.Mukosa terdiri dari satu lapis columnar epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut crypta lieberkuhn. Dinding luar ( outer longitudinal muscle ) dilapisi oleh pertemuan ketiga taenia colli pada pertemuan caecum dan apendiks taenia anterior digunakan sebagai pegangan untuk mencari apendiks. ( Wim de Jong, 2004 )
Apendiks pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke-8 yaitu bagian ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan dari sekum yang berlebih akan menjadi apendiks, yang berpindah dari medial menuju katup ileosekal. ( Wim de Jong, 2004 )
Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya kasus insiden apendisitis pada usia tersebut. Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal.Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks.( Wim de Jong, 2004 )

2.2. Fisiologi
Apendiks menghasilkan lendir 1-2ml per hari.Lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.( Wim de Jong, 2004 )
Imunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT ( Gut associated Lymphoid tissue ) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jumlah jaringan limfe disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan seluruh tubuh.( Wim de Jong, 2004 ).

Jaringan lymphoid pertama kali muncul pada apendiks sekitar 2 minggu setelah lahir.Jumlahnya meningkat selama masa pubertas, dan menetap saat dewasa dan kemudian berkurang mengikuti umur. Setelah usia 60 tahun, tidak ada jaringan lymphoid lagi di apendiks dan terjadi penghancuran lumen apendiks komplit. ( Wim de Jong, 2004 )

2.3. Definisi Apendisitis
Definisi Menurut Para Ahli        :
Apendisitis akut adalah penyebab paling umum inflamasi akut.Pada kuadran bawah kanan rongga abdomen, penyebab palingumum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer, 2001).
Terjadinya apendisitis akut umumnya disebabkan oleh infeksibakteri.Namun terdapat banyak sekali faktor pencetus terjadinyapenyakit ini.Diantaranya obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks.Obstruksi pada lumen apendiks ini biasanyadisebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit),hipeplasia jaringan limfoid, penyakit cacing, parasit, benda asing dalam tubuh, cancer primer dan struktur.Namun yang palingsering menyebabkan obstruksi lumen apendiks adalah fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid.(Irga, 2007).               
           

2.4. Patofisiologis Apendisitis
Apendisistis disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks.Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa apendiks mengalami bendungan.Semakin lama mucus tersebut semakin banyak, namum elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan, sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen.
Tekanan tersebut akan menghambat aliran  limfe yang mengakibatkan edema dan uleserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis akut focal yang ditandai dengan nyeri epigastrium.
Bila sekresi mucus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding peradangan yuang timbul meluas dan mengenai perineum yang dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut apendisitis supuratif akut.
Apabila aliran ateri terganggu maka akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti gangren. Stadium ini disebut apendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks rapuh maka akan terjadi prefesional disebut apendisitis perforasi.
Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga muncul infiltrate apendikkularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.Omentum pada anak – anak lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding lebih tipis.Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan untuk terjadi perforasi.Sedangkan pada orang dewasa mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.

2.5. Etiologi Apendisitis
Apendisitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri.Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya.Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks.Obstruksi ini biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit), hiperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, struktur, benda asing dalam tubuh, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan terjadinya sumbatan.Namun, diantara penyebab obstruksi lumen yang telah disebutkan di atas, fekalit dan hiperplasia jaringan limfoid merupakan penyebab obstruksi yang paling sering terjadi. Penyebab lain yang diduga menimbulkan apendisitis adalah ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peranan kebiasaan mengkonsumsi makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya penyakit apendisitis.Tinja yang keras dapat menyebabkan terjadinya konstipasi. Kemudian konstipasi akan menyebabkan meningkatnya tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semua ini akan mempermudah timbulnya apendisitis.

2.6. Klasifikasi Apendisitis
Klasifikasi apendisitis terbagi atas 2 yakni :
1. Apendisitis akut, dibagi atas :
a.       Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah sembuh akan
      timbul struktur     lokal.
b.      Appendisitis purulenta difusi, yaitu sudah bertumpuk nanah.
Gejala apendisitis akut adalah  demam, mual-muntah, penurunan nafsu makan, nyeri sekitar pusar yang kemudian terlokalisasi di perut kanan bawah, nyeri bertambah untuk berjalan, namun tidak semua orang akan menunjukkan gejala seperti ini, bisa juga hanya bersifat meriang, atau mual-muntah saja.

2. Apendisitis kronis, dibagi atas :
a.       Apendisitis kronis fokalis atau parsial, setelah sembuh akan timbul
      struktur lokal.
b.      Apendisitis kronis obliteritiva yaitu appendiks miring, biasanya
      ditemukan pada usia tua. Anatomi dan Fisiologi Appendiks merupakan
      organ yang kecil dan vestigial (organ yang tidak berfungsi) yang melekat
      sepertiga jari.

Gejala apendisitis kronis  sedikit mirip dengan sakit asam lambung dimana terjadi nyeri samar (tumpul) di daerah sekitar pusar dan terkadang demam yang hilang timbul. Seringkali disertai dengan rasa mual, bahkan kadang muntah, kemudian nyeri itu akan berpindah ke perut kanan bawah dengan tanda-tanda yang khas pada apendisitis akut.

Penyebaran rasa nyeri akan bergantung pada arah posisi/letak apendiks itu sendiri terhadap usus besar, Apabila ujung apendiks menyentuh saluran kemih, nyerinya akan sama dengan sensasi nyeri kolik saluran kemih, dan mungkin ada gangguan berkemih. Bila posisi apendiks ke belakang, rasa nyeri muncul pada pemeriksaan tusuk dubur atau tusuk vagina. Pada posisi usus buntu yang lain, rasa nyeri mungkin tidak spesifik.


2.6. Gejala-Gejala Apendisitis
Gejala Klinis:
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari :
Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar (nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilikus atau periumbilikus. Keluhan ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat.Namun terkadang, tidak dirasakan adanya nyeri di daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar.Tindakan ini dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi. Terkadang apendisitis juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 -38,5 derajat celcius.
Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang.Berikut gejala yang timbul tersebut.

1.      Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal
Yaitu di belakang sekum (terlindung oleh sekum), tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk, dan mengedan.Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.

2. Bila apendiks terletak di rongga pelvis
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rektum, akan timbul gejala dan rangsangan sigmoid atau rektum, sehingga peristalsis meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang (diare).
Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangannya dindingnya.
Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan tidak khas, sehingga sulit dilakukan diagnosis, dan akibatnya apendisitis tidak ditangani tepat pada waktunya, sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi perforasi.Berikut beberapa keadaan dimana gejala apendisitis tidak jelas dan tidak khas.
1. Pada anak-anak
Gejala awalnya sering hanya menangis dan tidak mau makan.Seringkali anak tidak bisa menjelaskan rasa nyerinya. Dan beberapa jam kemudian akan terjadi muntah- muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena ketidakjelasan gejala ini, sering apendisitis diketahui setelah perforasi.Begitupun pada bayi, 80-90 % apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi.
2. Pada orang tua berusia lanjut
Gejala sering samar-samar saja dan tidak khas, sehingga lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah terjadi perforasi.

3. Pada wanita
Gejala apendisitis sering dikacaukan dengan adanya gangguan yang gejalanya serupa dengan apendisitis, yaitu mulai dari alat genital (proses ovulasi, menstruasi), radang panggul, atau penyakit kandungan lainnya. Pada wanita hamil dengan usia kehamilan trimester, gejala apendisitis berupa nyeri perut, mual, dan muntah, dikacaukan dengan gejala serupa yang biasa timbul pada kehamilan usia ini. Sedangkan pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral, sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.


2.7.1.  Pemeriksaan  Apendisitis

1)   Pemeriksaan Fisik
a.    Inspeksi : pada apendisitis akut sering ditemukan adanya abdominal swelling,                         sehingga pada pemeriksaan jenis ini biasa ditemukan distensi perut.
b.   Palpasi : pada daerah perut kanan bawah apabila ditekan akan terasa nyeri. Dan                    bila tekanan dilepas juga akan terasa nyeri. Nyeri tekan perut kanan                 bawah merupakan kunci diagnosis dari apendisitis. Pada penekanan                       perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah. Ini                     disebut tanda Rovsing (Rovsing Sign). Dan apabila tekanan di perut kiri                bawah dilepaskan juga akan terasa nyeri pada perut kanan bawah. Ini                      disebut tanda Blumberg (Blumberg Sign).
c.    Pemeriksaan colok dubur :
Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis, untuk menentukan letak apendiks, apabila letaknya sulit diketahui. Jika saat dilakukan pemeriksaan ini dan terasa nyeri, maka kemungkinan apendiks yang meradang terletak didaerah pelvis. Pemeriksaan ini merupakan kunci diagnosis pada apendisitis pelvika.
d.   Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator :
Pemeriksaan ini juga dilakukan untuk mengetahui letak apendiks yang meradang. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperektensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi panggul kanan, kemudian paha kanan ditahan. Bila appendiks yang meradang menempel di m. psoas mayor, maka tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Sedangkan pada uji obturator dilakukan gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang. Bila apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil, maka tindakan ini akan menimbulkan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan pada apendisitis pelvika.

2)   Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium :
a. Pemeriksaan darah leukositosis pada kebanyakan kasus apendisitis akut terutama
pada kasus dengan komplikasi pada apendikuler infiltrate, LED akan meningkat.

b. Pemeriksaan urin, untuk melihat adanya eritrosit, leukosit, dan bakteri di dalam
urin. Pemeriksaan ini sangat membantu  dalam menyingkirkan diagnosis banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala klinis yang hamper sama dengan apendisitis.

Radiologis :
a.       Foto Polos abdomen : Pada apendisitis akut yang terjadi lambat dan telah terjadi komplikasi, misalnya peritonitis tanpak :
1. Skoliosis tekanan.
2.PSOAX SHADOW tak tampak.
3. Bayangan gas usus kanan bawah tak tampak.
4. Garis retroperitoneal fat sisi kanan tak tampak.
5. 5% dari penderita menunjukkan fecalith radio.

b.USG :          bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat di lakukan pemeriksaan USG, terutama pada wanita, juga bila di curigai adanya abses. Dengan USG dapat di pakai untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan sebagainya.

c. Barium enema :       suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke
                                    colon melalui anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan
                                    komplikasi-komplikasi dari apendisitis.Pada jaringan-
                                    jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan
                                    diagnosis banding.Foto barium enema yang di lakukan
                                    perlahan pada apendisitis akut memperlihatkan tidak
                                    adanya pengisian appendiks dan efek masa pada tepi
                                    medial serta inferior dari saekum.

d. CT-Scan :    dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga
                        dapat menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila
                        terjadi abses.
           

e. Laparoscopy :          yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera
                                    fiberoptik yang di masukkan dalam abdomen, appendiks
                                    dapat di visualisasikan secara lagsung. Teknik ini di
                                    lakukan di bawah anestesi umum, bila saat di lakukan
                                    tindakan ini di dapatkan peradangan pada apppendiks
                                    maka pada saat itu juga dapat langsung di lakukan
                                    pengangkatan appendiks.


2.7.2 Penatalaksanaan
Pembedahan diindikasikan bila diagnosa apendisitis telah ditegakkan.Antibiotik dan cairan IV diberikan sampai pembedahan dilakukan.Analgesik dapat diberikan setelah diagnosa ditegakkan.
Apendektomi (pembedahan untuk mengangkat apendiks) dilakukan sesegera mungkin untuk menurunkan resiko perforasi.Apendiktomi dapat dilakukan di bawah anestesi umum atau spinal dengan insisi abdomen bawah atau dengan laparoskopi, yang merupakan metode terbaru yang sangat efektif.

Penatalaksanaan apendiksitis menurut Mansjoer, 2000 :
a. Sebelum operasi
1. Pemasangan sonde lambung untuk dekompresi
2. Pemasangan kateter untuk kontrol produksi urin
3. Rehidrasi
4. Antibiotik dengan spektrum luas, dosis tinggi dan diberikan secara intravena
5. Obat – obatan penurun panas, phenergan sebagai anti mengigil, largaktil untuk  
               membuka pembuluh – pembuluh darah perifer diberikan setelah rehidrasi
               tercapai.
6. Bila demam, harus diturunkan sebelum diberi anestesi.
b. Operasi
1. Apendiktomi
2. Apendiks dibuang, jika apendiks mengalami perforasi bebas, maka abdomen
    dicuci dengan garam fisiologis dan antibiotika.
3. Abses apendiks diobati dengan antibiotika IV, massa mungkin mengecil, atau
    abses mungkin memerlukan drainase dalam jangka waktu beberapa hari.  
     Apendiktomi dilakukan bila abses dilakukan operasi elektif sesudah 6 minggu
    sampai 3 bulan

c. Pasca Operasi 1. Observasi TTV
1. Angkat sonde lambung bila pasien telah sadar sehingga aspirasi cairan
    lambung dapat dicegah.
2.      Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
3.      Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan, selam pasien dipuasakan.
4.      Bila tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi, puasa dilanjutkan sampai fungsi usus kembali normal.
5.      Berikan minum mulai 15 ml/jam selama 4 – 5 jam lalu naikkan menjadi 30 ml/jam. Keesokan harinya berikan makanan saring dan hari berikutnya diberikan makanan lunak.
6.      Satu hari pascar operasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selama 2x30 menit.
7.      Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar.
8.      Hari ke-7 jahitan dapat diangkat dan pasien diperbolehkan pulang


Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang masih aktif yang ditandai dengan :
1. Keadaan umum klien masih terlihat sakit, suhu tubuh masih tinggi
2. Pemeriksaan lokal pada abdomen kuadran kanan bawah masih jelas terdapat
    tanda – tanda peritonitis
3. Laboratorium masih terdapat lekositosis dan pada hitung jenis terdapat
    pergeseran ke kiri.
Sebaiknya dilakukan tindakan pembedahan segera setelah klien dipersiapkan, karena dikuatirkan akan terjadi abses apendiks dan peritonitis umum. Persiapan dan pembedahan harus dilakukan sebaik – baiknya mengingat penyulit infeksi luka lebih tinggi daripada pembedahan pada apendisitis sederhana tanpa perforasi.( Arif Mansjoer dkk, 2000 )
Pada keadaan massa apendiks dengan proses radang yang telah mereda ditandai dengan :
1. Umumnya klien berusia 5 tahun atau lebih
2. Keadaan umum telah membaik dengan tidak terlihat sakit, suhu tubuh tidak
    tinggi lagi
3. Pemeriksaan lokal abdomen tidak terdapat tanda – tanda peritonitis dan hanya
    teraba massa dengan jelas dan nyeri tekan ringan

4. Laboratorium hitung leukosit dan hitung jenis normal
Tindakan yang dilakukan sebaiknya konservatif dengan pemberian antibiotik dan istirahat di tempat tidur.Tindakan bedah apabila dilakukan lebih sulit dan perdarahan lebih banyak, lebih – lebih bila masa apendiks telah terbentuk lebih dari satu minggu sejak serangan sakit perut.Pembedahan dilakukan segera bila dalam perawatan terjadi abses dengan atau tanpa peritonitis umum.( Arif Mansjoer dkk, 2000 ).

2.7.3. Komplikasi Apendisitis
Komplikasi utama apendisitis adalah perforasi apendiks, yang dapat berkembang menjadi peritonitis atau abses.Insidens perforasi adalah 10%-30%.Insidens lebih tinggi pada anak kecil dan lansia. Perforasi secara umum terjadi 24 jam setelah awitan nyeri. Gejala mencakup demam dengan suhu 37,7ºC atau lebih tinggi, penampilan toksik, dan nyeri atau nyeri tekan yang kontinyu.
Apabila apendiktomi tidak mengalami komplikasi, pasien dapat dipulangkan pada hari itu juga bila suhu dalam batas normal dan area operati terasa nyaman.Penyuluhan saat pulang untuk pasien dan keluarga sangat penting. Pasien diinstruksikan untuk membuat janji untuk menemui ahli bedah yang akan mengangkat jahitan antara ahli kelima dan ketujuh. Perawatan insisi dan pedoman aktifitas didiskusikan.Aktifitas normal biasanya dapat dilakukan dalam 2-4 minggu.
Apabila terdapat peritonitis, drain dibiarkan di tempat insisi.Pasien yang berisiko terhadap komplikasi dipertahankan di rumah sakit selama beberapa hari dan dipantau dengan ketat terhadap adanya tanda-tanda obstruksi usus atau hemoragi sekunder.Abses sekunder dapat terbentuk di pelvis, di bawah diafragma, atau di hati yang menyebabkan peningkatan suhu dan frekuensi nadi, dan peningkatan pada jumlah leukosit.
Apabila pasien siap untuk pulang, pasien dan keluarga dapat diajarkan untuk merawat luka dan melakukan pergantian balutan dan irigasi sesuai program. Perawat kesehatan  di rumah mungkin diperlukan untuk membantu perawatan ini dan memantau pasien terhadap adanya komplikasi dan penyembuhan luka.



B. ASUHAN KEPERAWATAN
ANALISA DATA


NO
DATA PENUNJANG
MASALAH
ETIOLOGI

1
DS : pasien mengatakan nyeri pada abdomen kanan bawah tembus ke punggung
DO :
Ø Wajah tampak menyeringai
Ø P : nyeri karena adanya perangsangan
Ø Q : nyeri seperti tertusuk-tusuk
Ø R : nyeri dibagian kanan bawah abdomen
Ø S : skala nyeri 8
Ø T : nyeri terjadi saat ditekan




Gangguan rasa nyaman (nyeri)
Adanya perangsangan pada epigastrium
2
DS : -
DO :
Ø TTV : Suhu 380C; Nadi >80x/menit; TD >110/70 mmHg; RR >20x/menit
Ø Terdapat luka insisi bedah

Resiko terjadi infeksi
Diskontinuitas jaringan sekunder terhadap luka insisi bedah

3
DS : Pasien mengatakan haus
DO :
Ø Ada tanda-tanda dehidreasi :
Membrane mukosa kering
Turgor kulit menurun >2detik
Ø Urin pekat (oliguri <500 cc/hari)
Ø TTV tidak stabil:
TD  >120/80 mmHg
Nadi >80x/menit
RR : >20x/menit
Suhu : >37,50C
Kekurangan volume cairan
Pembatasan cairan pascaoperasi sekunder terhadap proses penyembuhan

4
DS : Pasien dan keluarga mgatakan tidak mengetahui tentang proses penyakit dan pengobatannya
DO :
Ø Bertanya mengenai informasi proses penyakit
Ø Bertanya tentang perawatan pascaoperasi
Ø Bertanya tentang pengobatan
Kurang pengetahuan
Tidak mengenal informasi tentang kebutuhan pengobatan/ perawatan pasca pembedahan








Diagnosa keperawatan apendisitis :
Pre-op :
1.     Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan adanya perangsangan pada epigastrium.
Post-op :
a.   Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan diskontinuitas jaringan sekunder terhadap luka insisi bedah.
b.   Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan cairan pascaoperasi sekunder terhadap proses penyembuhan.
c.    Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal informasi tentang kebutuhan pengobatan/perawatan pasca pembedahan.


Intervensi
1.Dx kep. 1     : Ganggan rasa nyaman (nyeri) berhu adanya perangsangan pada
                          Epigastrium.
Tujuan             : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
                          diharapkan nyeri pasien dapat berkurang
KH                  : Nyeri hilang, skala 0-3, pasien tampak rileks, mampu
                          tidur/istirahat selama 7-9 jam dalam sehari.

INTERVENSI
RASIONAL
Kaji nyeri, catat lokasi, karakteristik, beratnya (skala 0-10)
Berguna dalam pengawasan keefektifan obat, kemajuan penyembuhan. Perubahan pada karakteristik nyeri, menunjukkan terjadinya abses/peritonitis.
Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler

Menghilangkan tegangan abdomen yang bertambah dengan posisi terlentang
Dorong ambulasi dini
Merangsang peristaltik dan kelancaran flatus, menurunkan ketidaknyamanan abdomen
Berikan aktifitas hiburan
Meningkatkan relaksasi dan dapat meningkatkan kemampuan koping
Kolaborasi pemberian analgetik
Menghilangkan dan mengurangi nyeri

2.Dx kep. 2     : Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan diskontinuitas
                           jaringan sekunder terhadap luka insisi bedah
Tujuan             : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam klien
                          tidak menunjukkan tanda dan gejala infeksi
KH                  : Meningkatkan penyembuhan luka dengan benar, drainase
                          purulen, tidak ada eritema dan tidak ada demam. Tidak ada
                          tanda-tanda infeksi (rubor, dolor ) luka bersih dan kering.


INTERVENSI
RASIONAL
Awasi TTV. Perhatikan demam menggigil, berkeringat, perubahan mental.
Dugaan adanya infeksi/terjadinya sepsis, abses
Lakukan pencucian tangan yang baik dan perawatan luka aseptic
Menurunkan risiko penyebaran bakteri
Lihat insisi dan balutan. Catat karakteristik drainase luka
Memberikan deteksi dini terjadinya proses infeksi
Berikan informasi yang tepat pada pasien/ keluarga pasien



Pengetahuan tentang kemajuan situasi memberikan dukungan emosi, membantu menurunkan ansietas
Berikan antibiotik sesuai indikasi
Mungkin diberikan secara profilaktik atau menurunkan jumlah organisme (pada infeksi yang ada sebelumnya) untuk menurunkan penyebaran dan pertumbuhannya

3.Dx kep 3      : Kekurangan volume cairan berhubungan dengan pembatasan
                          cairan pascaoperasi sekunder terhadap proses penyembuhan
Tujuan             : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
                          diharapkan pasien dapat mempertahankan keseimbangan cairan
KH                  : Tidak ada tanda-tanda dehidrasi : membran mukosa lembab,
                          turgor kulit baik (< 2 detik), TTV stabil (TD : 110/70-120/80
                          mmHg; RR : 16-20x/menit; N : 60-100x/menit; S : 36,5- 37,50
                                  C), haluaran urin adekuat.


INTERVENSI
RASIONAL
Observasi TTV
Tanda yang membantu mengidentifikasi fluktuasi volume intravaskuler
Observasi membran mukosa, kaji turgor kulit dan pengisian kapiler
Indikator keadekuatan intake cairan dan elektrolit
Awasi intake dan output, catat warna urine/konsentrasi, berat jenis
Penurunan pengeluaran urine pekat dengan peningkatan berat jenis diduga dehidrasi/kebutuhan cairan meningkat
Auskultasi bising usus,  catat kelancaran flatus dan, gerakan usus
Indikator kembalinya peristaltik, kesiapan untuk pemasukan per oral
Berikan sejumlah kecil minuman jernih bila pemasukan peroral dimulai, dan lanjutkan dengan diet sesuai toleransi
Menurunkan iritasi gaster/muntah untuk meminimalkan kehilangan cairan

4.Dx kep. 4     : Kurang pengetahuan b/d tidak mengenal informasi tentang
                          kebutuhan pengobatan/ perawatan pasca pebedahan
Tujuan             : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam
                          diharapkan pasien dan keluarga mampu memahami dan mengerti
                          tentang proses penyakit dan pengobatannya
KH                  : Berpartisipasi dalam program pengobatan.


INTERVENSI
RASIONAL
Kaji ulang pembatasan aktifitas pascaoperasi
Memberikan informasi pada pasien untuk merencanakan kembali rutinitas biasa tanpa menimbulkan masalah
Anjurkan menggunakan laksatif/ pelembek feses ringan bila perlu dan hindari enema
Membantu kembali ke fungsi usus, mencegah mengejan saat defekasi
Diskusikan perawatan insisi, termasuk mengganti balutan, pembatasan mandi, dan kembali ke dokter untuk mengangkat jahitan/pengikat
Pemahaman peningkatan kerja sama dengan program terapi, meningkatkan penyembuhan dan proses perbaikan








BAB III
PENUTUP

A.               Kesimpulan
Kebiasaan mengkonsumsi makanan rendah serat dan konstipasi menjadi salah satu penyebab penyakit apendisitis.Konstipasi menyebabkan meningkatnya tekanan intrasekal yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semua ini akan mempermudah timbulnya apendisitis. Apabila apendisitis masuk ke dalam tahap kronis, harus segera dilakukan tindakan operasi.Jika tindakan ini tidak dilakukan, maka akan menyebabkan kematian.


B.            Saran
Saran yang dapat kelompok kami berikan kepada para pembaca khusunya mahasiswa,sebaiknya kita sering mengkonsumsi makanan yang berserat sebagai pencegahan awal dari diri sendiri.











DAFTAR PUSTAKA

Engram, Barbara. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah.Vol. 1.Jakarta :
            Penerbit Buku Kedokeran EGC.
Price, Sylvia Anderson. Lorraine Mc Carty. (2012). Patofisiologi : Konsep Klinis
            Proses-Proses Penyakit, Ed. 6, vol. 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Black, Joyce M. . Jane Hokanson Hawks. (2014). Keperawatan Medikal Bedah :
            Manajemen Klinis untuk Hasil yang Diharapkan, Ed. 8, buku 2.Indonesia : CV
            Pentasada Media Edukasi.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar